Mataram -- Sejak sepekan Terakhir ini, Serikat Tani Nelayan (STN) Nusa Tenggara Barat (NTB) yang ikut serta mendampingi warga Dusun Batu Bolong yang bermatapencaharian sebagai pedagang di bibir Pantai Duduk Batu Batu Layar Barat Kecamatan Batu Layar Lombok Barat, terus menyuarakan persoalan warga tersebut.
STN NTB mendampingi warga untuk mendapatkan keadilan dalam persoalan Sertifikat Hak Milik (SHM) seorang pengusaha Heri Prihatin yang diduga cacat prosedural karena berada di atas muara sungai dan masuk dalam sepadan pantai.
Dalam proses yang telah di laluinya, telah mendatangi Kantor Kementerian ATR/BPN bersama warga Batu Layar dengan berupaya menyelesaikan konflik antara warga dengan pengusaha tersebut.
Sejumlah kejanggalan pun terkuak di dalam SHM tersebut, termasuk penimbunan dan penataan oleh pihak Desa Batu Layar Barat di atas SHM tersebut menggunakan anggaran Dana Desa sekitar Rp650 juta pada tahun 2018-2019.
Desa menata lahan tersebut guna akses masyarakat setempat untuk berusaha mendulang rezeki di sempadan pantai Duduk Batu Layar. Artinya lahan tersebut tidak memiliki SHM sesuai dengan keterangan pemdes pada saat itu.
Namun alih-alih warga untuk mendapatkan kesejahteraan, walau sudah membayar retribusi 10% dari penghasilan perbulan, pada akhirnya di tuntut penggregahan oleh salah satu oknum yang mengklaim memiliki Sertifikat tersebut.
Ketua STN NTB Irfan, S. Sos, saat ditemui di Mataram, Rabu (12/7) menjelaskan, dalam investigasi kami menggunakan aplikasi resmi milik BPN tersebut, lahan/SHM tersebut tidak berada dilokasi blok yang disengketakan, melainkan berada di lokasi blok lain yang jauh dari pemukiman warga.
Pihak Pemerintah Desa Batu Layar Barat pun mengakui, tidak ada sama sekali Sporadik yang dibuat atas pengajuan penertiban sertipikat lahan yang di obyek sengketa yang dimaksud, sehingga STN sendiri menilai ini adalah bentuk indikasi mal administrasi dan mengkriminalisasikan warga untuk meredam dan mendapatkan pengakuan hukum oknum tersebut.
"Kami STN melalui Pengurus Pusat telah mendapat surat kuasa atas warga yang dikriminalisasikan tersebut, guna memperjuangkan atas hak dan perlakuan hukum yang adil," ujar Irfan.
Sebelumnya STN berencana menempuh jalur hukum untuk membatalkan sertifikat tersebut melalui PTUN, namun terlebih dahulu pada tanggal 05 Juli 2023 yang lalu, STN pusat bersama warga melakukan dialog sekaligus melaporkan perkara ini ke Ombudsman RI, yang sampai saat ini masih dalam proses melengkapi berkas laporan, dengan tuntutan Indikasi Mal administrasi penerbitan sertifikat bodong tersebut.
"Kita sedang lengkapi beberapa berkas yang diminta oleh Ombudsman, setelah itu prosesnya kita tunggu," tutup Irfan.